Thursday, February 25, 2010

Cinta Rasul



Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benarnya cinta yang dicontohi Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu walaupun langit telah mula menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayapnya.

Pagi itu Rasulullah dengan suara terbatas memberikan khutbah

Wahai umatku, kita semua dalam kekuasaan Allah dan cinta Kasih-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian :

"Al-Quran dan Sunnahku. Barangsiapa mencintai sunnahku, beerti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan masuk ke dalam syurga bersama-samaku."

Khutbah singkat diakhiri dgn pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisan, Usman menghelakan nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Isyaratnya telah datang..saatnya sudah tiba. Rasulullah meninggalkan kita semua", keluh hati semua sahabat ketika itu. Manusia tercinta, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia.

Tanda-tanda itu semakin kuat tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang dalam keadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu seluruh sahabat yang hadir disana pasti akan menahan detik-detik yang berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?", tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. "Maaflah, ayahku sedang demam", kata Fatimah sambil membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah. "Siapakah itu wahai anakkku?". "Tak tahulah ayahku. orang sepertinya baru sekali ini saya melihatnya", tutur Fatimah lembut.

Lalu Rasulullah menatap wajah puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah Malaikat Maut", kata Rasulullah. Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat Maut datang menghampiri, tapi Rasulullah bertanya kenapa Malaikat Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap-sedia di langit dunia untuk menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hak ku nanti dihadapan Allah?", tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruh mu. Semua syurga terbuka lebar menanti kehadiran mu wahai Rasulullah.." kata Jibril.

Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?", tanya Jibril lagi.

"Khabarkan kepada ku bagaimana nasib umatku kelak?", jelas Rasulullah.

"Jangan khuatir wahai Rasulullah. Aku penah mendengar Allah berfirman kepadaku : Ku haramkan syurga bagi sesiapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya", kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

"Jibril, betapa sakitnya sakaratul maut ini", perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam. Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memaling muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu, wahai Jibril?", tanya Rasulullah pada Malaikat pengantarwahyu itu.

"Siapakah yang sanggup melihat kekasih Allah berada di dalam situasi ini", kata Jibril.

Sebentar kemudian, terdengar Rasulullah mengerang kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyatnya maut ini, timpakan saja semua seksa maut ini kepadaku. jangan pada umatku".

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya.

"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku"
"Peliharalah solat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukkan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii..Ummatii..Ummatii - ummatku, ummatku, ummatku", bisik seorang manusia yang memberi sinar itu.

Kini mampukah kita mencintai sepertinya?

Allahumma sholi ala Muhammad wa baarik wa salim alaihin. Betapa cintanya Rasulullah pada kita

p/s : taken from a slideshow sent by a friend of mine. tanx! salam maulidur rasul..

3 comments: